Daftar

MELATI Nusantara

6379 Anggota

Supply Chain Finance (SCF) bagi Usaha: Apakah Penting dan Relevan?

09 September 2021
Tips Karir
2891 KALI DIBACA
0 KALI DIBAGIKAN

Sebuah bisnis tentunya memiliki alur produksi yang cukup kompleks, dimulai dari pengadaan barang atau jasa oleh produsen hingga barang atau jasa tersebut sampai ke tangan konsumen. Rangkaian aktivitas ini merupakan bentuk sederhana dari rantai pasok yang dilakukan oleh sebuah bisnis atau organisasi. Fokus utama dari rantai pasok adalah memastikan agar proses pengelolaan bahan baku mulai dari hulu dapat berjalan secara efektif dan efisien hingga barang atau jasa tersebut diterima oleh end-user/hilir terujung. Pada umumnya, aktivitas rantai pasok dimulai dari pengadaan dan pengolahan bahan baku, pengiriman barang, hingga sampai di gudang penyimpanan (jika berbentuk barang). Setelah itu produk akan melewati pabrik lalu disimpan di gudang penyimpanan untuk siap dikirim kepada konsumen. Saat aktivitas ini dijalankan, yaitu menghubungkan pelaku utama (principal) dengan mata rantai pasokan berikutnya, maka akan tercipta sebuah jaringan rantai pasok, di mana setiap aktivitas yang terjadi memiliki aliran kas atau nilai ekonomis. Jaringan rantai pasok ini dapat digunakan untuk memahami informasi terkait alur produksi sebuah bisnis dengan lebih luas dan kompleks.

Sekedar mengetahui urutan rantai pasok secara keseluruhan mulai dari proses produksi sebuah bisnis oleh pemasok hingga diterima oleh konsumen saja tidak cukup, diperlukan juga manajemen rantai pasok yang akan meninjau dan mengelola aspek-aspek penting di dalamnya, seperti proses, sistem, dan sumber daya manusia dengan tujuan memaksimalkan nilai dari seluruh aktivitas. Dalam manajemen rantai pasok, seringkali pemasok mengalami kesulitan untuk memproduksi barang yang disebabkan oleh periode pembayaran yang panjang atau tertunda dari pembeli. Hal tersebut tentunya akan merugikan kedua belah pihak, pemasok tidak dapat lagi memproduksi barang dan pembeli akan kesulitan untuk mendapat pasokan.

Konsep supply chain finance (SCF) diterapkan sebagai cara memfasilitasi pembayaran lebih awal kepada pemangku kepentingan terkait dalam beberapa ketentuan. Pada umumnya, pemasok mendapatkan pembayaran awal dengan melibatkan pihak ketiga (bank atau institusi keuangan). Dengan melakukan ini, arus kas dan modal kerja dapat dijaga siklusnya sehingga meningkatkan efektivitas dan efisiensi bisnis bagi kedua pihak yang bertransaksi dagang.

Terdapat tiga fase cakupan implementasi dalam supply chain finance. Pertama adalah saat penjual membeli dari pemasok dan akan dibayarkan dalam kurun waktu tertentu. Umumnya pemasok membutuhkan uang lebih cepat untuk dapat melakukan produksi kembali, maka tagihan pembeli yang belum dibayar dapat diajukan pembayaran dipercepat kepada bank. Setelah disetujui oleh bank, sebagai ilustrasi, uang yang diterima oleh pemasok atas pembayaran dipercepat hanya 99% dari tagihan kepada pembeli, karena terkena bunga yang disebut diskonto. Fase kedua terjadi ketika pemasok dan penjual tidak menggunakan bank sebagai pihak ketiga untuk pembayaran, tetapi kesepakatan nilai yang terjadi hanya antara pemasok dan penjual, seperti memberikan potongan harga agar dapat dibayar lebih awal. Dalam fase ketiga, distributor terlibat dalam pembelian barang dari penjual dan juga secara tidak langsung dari pemasok. Pembelian yang dilakukan distributor kepada penjual akan dibayarkan oleh bank dan hal serupa pun terjadi antara penjual dan pemasok. Tiga fase cakupan implementasi ini menunjukkan semakin luasnya cakupan sistem SCF yang diterapkan, maka akan semakin menguntungkan untuk seluruh unit bisnis yang terlibat.

Dengan menggunakan SCF penjual dapat menghindari pembayaran di waktu yang awal dan kebutuhan pasokan yang diberikan pemasok tidak terganggu. Beberapa keuntungan lain bagi penjual dengan SCF yaitu pertama, dapat menjaga dan memperkuat hubungan dengan pemasok. Hal tersebut dikarenakan pemasok dapat menjaga modal kerjanya untuk dapat terus memasok kepada penjual. Kedua yaitu, dapat dengan mudah melakukan negosiasi dengan pemasok terkait syarat-syarat komersial karena hubungan yang terjaga. Terakhir adalah, dapat membuat rantai pasok dari sebuah bisnis menjadi lebih sehat, penjual dapat secara tidak langsung mendukung bisnis dari pemasok, seperti penelitian dan pengembangan.

Penggunaan SCF bagi pemasok tentunya akan menjaga napas bisnisnya dengan adanya pembayaran lebih cepat terhadap produk yang dijual. Alur kas dari pemasok pun dapat meningkat dan dapat digunakan untuk memperluas atau meningkatkan inovasi bisnisnya. Selain itu, pengambilan keputusan bagi pemasok menjadi lebih mudah karena forecasting terhadap kapasitas produksinya akan lebih baik.

Peran SCF terhadap manajemen rantai pasok sebuah bisnis sangatlah relevan dan penting. Selain alasan di atas, yaitu memberi keuntungan kepada pemasok dan penjual, alasan utama yang berdampak pada bisnis sebagai kunci dari keberhasilan manajemen rantai pasok adalah kecepatan proses likuiditas dan kestabilan arus kas (cashflow). Semakin cepat dan menurunnya ketidakpastian dalam penyelesaian proses transaksi barang atau jasa antar pemangku kepentingan, maka kekuatan rantai pasok akan semakin baik. Selain itu, ketersediaan kas dari sebuah bisnis adalah hal yang penting. Jika penjual dapat membayar dalam waktu cepat maka akan terjadi kestabilan arus kas bagi pemasok yang akan memperlancar aliran dalam rantai pasok.

Artikel ini juga dipublikasikan pada website UKMIndonesia.id. 

 

Sumber :

"The Importance and Benefits of Supply Chain Finance." Dun & Bradstreet. Accessed March 12, 2021. https://www.dnb.co.in/perspective/thought-leadership/the-importance-and-benefits-of-supply-chain-finance

Jacobsen, Stewart. "The Big Benefits Of Supply Chain Finance." CloudTrade. Last modified November 21, 2019. https://www.cloud-trade.com/2019/08/12/big-benefits-of-supply-chain-finance/

"What Is Supply Chain Finance? | SCF Guide | Taulia." Taulia. Last modified October 20, 2020. https://taulia.com/resources/what-is-supply-chain-finance-scf-guide/